Kamis, 31 Januari 2013

Pertempuran-Pertempuran Sebelum 623 M

Pertempuran Megiddo
 
Pertempuran ini saya pilih karena merupakan pertempuran pertama dalam sejarah yang memiliki laporan yang cukup detail: tulisan hieroglif di Kuil Amun, Karnak, Thebes (sekarang Luxor). Catatan tersebut mengandung jumlah pasukan dan penghitungan jumlah korban dan tawanan.
Pertempuran ini diperkirakan berlangsung tanggal 16 April 1457 SM di sebuah kota kuno, Kota Tel Megiddo (di daerah Palestina sekarang), antara 10.000-20.000 pasukan Mesir yang dipimpin oleh Fir’aun Thutmose III melawan pasukan koalisi bangsa Kanaan yang dipimpin oleh raja Kadesh yang jumlahnya lebih kecil. Kemenangan didapatkan oleh Mesir. Pada pertempuran ini juga untuk pertama kalinya ada catatan tertua dari penggunaan panah komposit

Pertempuran Muye 
Pertempuran ini berlangsung pada tahun 1046 SM di Muye, tenggara Yin (Ibukota Dinasti Shang), Henan Tengah. Dalam pertempuran ini, tercatat 530.000 pasukan Shang yang dipimpin oleh Di Xin dikalahkan oleh pasukan Zhou dan sekutunya yang dipimpin oleh Panglima Wu. Pasukan Zhou berjumlah lebih sedikit, terdiri dari 300 kereta perang, 3.700 kereta perang Shang yang memberontak, 3.000 pasukan elit Zhou, 45.000 pasukan infantri, dan 170.000 budak Shang yang membelot.
Nilai penting pertempuran ini adalah berdirinya Dinasti Zhou sebagai dinasti terkuat di daratan Cina dan awal dimulainya masa feodal di Cina.
 

Pertempuran Gunung Gilboa
Pertempuran ini diperkirakan berlangsung beberapa tahun sebelum 1000 SM. Satu-satunya sumber tentang pertempuran ini adalah kitab suci umat Kristen dan Yahudi. Pertempuran berlangsung di Gilboa antara pasukan kerajaan yang dipimpin oleh Raja Saul (Thalut menurut klaim umat Islam) melawan pasukan Filistin. Pertempuran ini dimenangkan oleh bangsa Filistin dan Saul gugur. Kematiannya memudahkan Daud yang populer menjadi raja Israel Bersatu. Namanya sebagai raja Israel ditulis dalam catatan yang dimiliki kerajaan tetangganya di daerah Mesopotamia.
Naiknya Daud ke kekuasaan membawa Israel Bersatu memperluas teritorinya dan menjadi kerajaan paling berpengaruh di Timur Tengah saat itu.
 
Pengepungan Yerusalem I dan II

Kedua pengepungan ini dilakukan oleh Nebuchadnezzar II, Raja Babilonia, atas Yerusalem, ibukota Kerajaan Yudea. Dalam pengepungan pertama, beribu-ribu orang Israel dijadikan budak. Peristiwa ini dikenal sebagai Pembuangan Pertama, awal dari diaspora bangsa Israel. Pengepungan ini disebabkan pemberontakan Raja Yehoyakim atas Babilonia (Yudea merupakan salah satu negeri taklukan Babilonia saat itu).
Beberapa tahun setelah Raja Zedekia diangkat menjadi raja baru oleh Nebuchadnezzar II, Zedekia juga memberontak. Nebuchadnezzar II kembali mengepung Yerusalem. Kali ini akibatnya jauh lebih buruk, Kuil Sulaiman (Masjid Al-Aqsha menurut klaim umat Islam) dihancurkan total. Hampir seluruh bangsa Israel Yudea dibuang dan dijadikan budak. Pengepungan kedua menandakan berakhirnya Kerajaan Yudea.

Pemberontakan Persia
Persia yang menjadi daerah taklukan Media memberontak yang mengakibatkan berbagai pertempuran, dimulai tahun 552 SM dan berakhir pada 550 SM. Dalam pertempuran-pertempuran selama dua-tiga tahun tersebut, Cyrus the Great berhasil membawa Persia pada kemerdekaan. Cyrus the Great bahkan memperluas imperium barunya dan menaklukkan Media dan Babilonia. Imperiumnya menjadi imperium terbesar pada zaman itu: Imperium Persia.

Rabu, 30 Januari 2013

Lidah, Tangan, Kaki, Mata, Telinga, ...



Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Nggak ada yang lurus kan?
Karena saya tahu, lidah yang kita miliki ini
tidak lurus, sebab tidak ada tulangnya. Jadi
saya sadar betul lidah ini sering salah
bertutur dan tidak tepat berucap.
Sebab saya sadar, tangan yang saya punya
ini tidak lurus, bengkok-bengkok meski
bertulang. Tapi justru karena tidak lurus
inilah, maka sering kali ada perbuatan,
perilaku yang salah diterjemahkan oleh
tangan ini.

Lantaran saya mengerti, dua kaki ini juga
tak lurus, walau tulangnya sangat kuat.
Justru karena saking kuatnya itu, kadang-
kadang bahkan teramat sering egois
melangkah, melenggang, tak pedulikan
keadaan orang lain. Sering angkuh tak sudi
digubris, kadang arogan enggan disapa,
sesekali menerjang-nerjang tanpa meminta
maaf.

Ketika saya selalu ingat, telinga, mata, dan
seluruh anggota tubuh saya tak satu pun
yang benar-benar lurus. Maka saya sadari
betul, sering mendengar, melihat, merasa,
banyak hal yang salah, tidak benar, tak
tepat, tak pada tempatnya, tak seharusnya,
nggak semestinya.

Sudah seharusnya saya memahami, hati ini
pun sering kali tak lurus, tak bersih, tak
lapang. Lantaran terlalu banyak dihinggapi
iri, dengki, amarah, ujub, riya, sum'ah,
kikir, dan semua jenis sampah hati.
Maka, karenanya, sebab itu, Mohonkan
maaf dan ampunan untuk saudaramu ini.

Sungguh, jauh di lubuk terdalam hati ini,
masih tersimpan semangat luar biasa untuk
terus memperbaiki segalanya
perbanyaklah intropexi diri bukan melihat
dari kekurangan orang lain tapi kelebihan
orang lainlah yg mampu memacu motivasi
diri..tanyakanlah pada stiap anggota
tubuhmu sudahkah cukup dlm
menjaganya....???????

semoga bermanfaat sebagai motivasi
kearah yg lebih baik dan met menjalankan
shalat dzuhur,makan siang dan rehat.....
tak lupa salam dan senyum santun ana
selalu.....^__^...

korupsi di aceh



A.identifikasi masalah
Identifikasi adalah mengelompokan masalah untuk menjadi jelas
 B.analisis masalah
Analisis adalah cara pemecahan masalah,berdasarkan urain di atas,maka yang menjadi indentofikasi masalah dalam hal ini adalah
  1. sebab -sebab terjadinya korupsi di aceh?
Sebab-sebab terjadiya korupsi (mantan wagup aceh muhammad nazar)
  1. Kelalain adminitrasi
  2. Kesegajaan
  3. Kebiasaan untuk menyimpang
  4. Politik angaran tidak sehat
  5. Peraturan multi tafsir

  1. Bagaimana cara memberantas masalah korupsi di aceh....??
    1. Gubenur sebaiknya menegaskan polkamasi anti korupsi.
    2. Untuk menjadikan baju hukum,gubenur mengeluarkan undang-undang yang menyatakan korupsi kejahatan luar biasa.
    3. Reformasi birokrasi secara lebih akseleratif
    4. Konsentrasi pada reformasi birokrasi dan reformasi peradilan adalah wujut pemberantasan korupsi secara preventif(pembenaran birokrasi) dan represi(pembentukan aparat penegak hukum yang berilmu dan bermoral)

C.pengembangan persepsi
            Seperti yg telah di bahas di atas begitu banyak sebab terjadiya korupsi di aceh seperti yang di katakan mantan WAGUP Muhammad Nazar tidak mudah memberantas korupsi itu karna penyebabnya sangat komplek seperti kelalain adminitrasi,kesegajaan,dan kebiasaan untuk menyimpang serta politik angaran yang kurang sehat,penyebab lainnya yakni sebuah  peraturan yang multi tafsir dan kadang-kadang berbedaantara (perda) di daerah dengan aturan pusat serta tekanan politik hingga kultur konflik.begitulah yang diyatakan mantan WAGUP Muhammad Nazar begitu juga dengan gubenur aceh saat ini Zaini Abdullah,mendatagi komisi pemberantasan korupsi(KPK) di jakarta,kamis(1/11/12).Zania Abdullah meminta bantuan KPK untuk mengusut kasus-kasus dugaan korupsi di aceh.’’saya kan malu sebagai gubenur dicap koruptor nomor dua(peringkat kedua),’’kataya.karna itulah dia meminta agar persoallan hukum di selesaikan ‘’dalangnya,siapapun yg terlibat,harus ditangkap atau di periksa.jangan memalukan,’’ tegasnya. gayung pun bersambut, pimpinan KPK menyatakan siap membantu dan siap turun ke aceh setiap saat untuk mengusut kasus-kasus korupsi ini.
D. kesimpulan
Akar masalah
      Kelalaiana administrasi
      Kesegajaan
      Kebiasaan untuk menyimpang
      Politik angaran tidak sehat
      Peraturan yang multi tafsir
Pihak yg di untungkan
      Istansi pemerintah
      Pemenang tender
Pihak yang dirugikan
      Masyarakat
      Kampung-kampung atau perdesaan yang fasilitasnya terabaikan karna dana yang dilarikan oleh oknum yang tidak bertangung jawap.
Pengaruh terhadap sosial,ekonomi,politik
Pengaruhnya sangat tampak dari segi politik terjadiya politik anggaran yang tidak sehat,segi sosial karna korupsi yang sangat dalam akarnya dan melibatkan banyak pihak sehingga budaya korupsi ini telah mendarah daging dalam masyarakak,pengaruh terhadap ekonomi terjadinya pembengkakan anggaran.
Tindakan yang mesti dilakukan
      Pertegas hukum korupsi dan angkat korupsi ini menjadi kejahatan luar biasa
      Hukuman mati seperti yang telah di aplikasikan di cina

Sabtu, 19 Januari 2013

Ulama Dunia vs Ulama Akhirat



TERMINOLOGI ulama di kalangan masyarakat Aceh tampaknya masih menyimpan makna yang ambigu. Munculnya istilah ulama dayah, ulama rasional, ulama struktural dan ulama intelektual dalam buku “Resolusi Konflik dalam Islam; Kajian Normatif dan Historis Perspektif Ulama Dayah Aceh” karya Tgk H Ibrahim Badan (Abu Panton) disinyalir oleh sebagian kalangan dapat menjadi suatu indikator terpecahnya ulama Aceh dalam beberapa kelompok yang seharusnya tidak perlu terjadi, karena dapat menyebabkan sentiment yang mengarah ke perang urat saraf.

Hal ini seolah mempertegas asumsi bahwa fenomena “ulama dayah vs ulama kampus” adalah suatu keniscayaan yang tak dapat dihindari di Aceh. Apa yang melatari munculnya konfontrasi ini? Apakah karena ulama dayah bermazhab Syafi’i sedangkan ulama kampus tidak bermazhab Syafi’i?

Dulu, asumsi semacam ini begitu “diimani” oleh banyak kalangan. Namun, seiring berjalannya waktu, `illat (motif) tersebut semakin tidak relevan. Hal ini dikarenakan sebagian ulama bermazhab Syafi’i zaman sekarang (mungkin juga dulu) tidak hanya berada dalam komunitas dayah, tapi mereka juga berkiprah di kampus dan dunia pemerintahan. Bahkan sebagian dayah dewasa ini (seperti MUDI Mesra) juga sudah mendirikan kampus di dalamnya dengan tidak menanggalkan identitas Syafi’iyah-nya.

 Bersifat simbolik
Beberapa klasifikasi ulama di atas bukan merupakan sesuatu yang substantif, tetapi lebih bersifat simbolik yang didasarkan pada masa, tempat, kondisi sosial dan ruang lingkup peranan masing-masing ulama. Tak jarang, seseorang pada pagi harinya menjadi ulama kampus, tetapi pada malam harinya menjadi ulama dayah. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari latar belakang pendidikan mereka.

Klasifikasi ulama yang lebih substantif telah dikemukakan oleh Imam al-Ghazali. Menurutnya, ulama terbagi dua; ulama dunia dan ulama akhirat (Ihya ‘Ulmuddin, juz 1, hal. 58). Ulama dunia adalah ulama yang ‘menjual’ ilmunya untuk ‘membeli’ kemegahan duniawi. Sedangkan ulama akhirat adalah ulama yang ‘menanam’ ilmunya untuk ‘memetik’ kebahagiaan akhirat. Dunia dalam perspektif ulama akhirat hanya sebagai alat (wasail), bukan tujuan (maqashid). Terminologi ulama dunia tampaknya merujuk pada satu sabda Rasulullah saw: “Manusia yang paling berat azabnya di akhirat adalah ulama yang tidak bermanfaat ilmunya” (HR. al-Thabrani).

Berdasarkan hadis tersebut di atas, muncullah istilah ulama su’ (ulama jahat), yakni ulama yang terjerumus dalam “lembah” dunia, seperti Bal’am bin Ba’ura, seorang ulama Bani Israil yang mustajabah doanya. Tetapi kemudian tersesat karena membantu kaumnya untuk mengalahkan Nabi Musa as sebagaimana dijelaskan dalam Alquran, Surat al-A’raf: 175 (Tafsir al-Thabari, juz 13, hal. 262). Sedangkan istilah ulama akhirat diperkuat oleh firman Allah swt: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah, hanyalah para ulama” (QS. Fathir: 27).

Munculnya istilah ulama dunia dan ulama akhirat bukan pengaruh dari sekularisasi, tetapi disebabkan oleh sikap dan tingkah laku mereka yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Menurut saya, justru menafikan klasifikasi para ulama ke dalam beberapa kelompok tertentu yang merupakan produk sekularisasi. Kaum sekuler sengaja menyamarkan sekat-sekat yang terdapat dalam berbagai firqah ulama, sehingga masyarakat awam --bahkan sebagian intelektual muslim-- semakin gamang dalam memilih panutan. Seolah semua ulama bisa diikuti, padahal sebagian dari mereka justru merupakan “musang berbulu ayam”.

Lihatlah bagaimana kaum liberal memproduk fatwa-fatwa yang “menghantam” sebagian hukum-hukum qath’i, seperti ayat-ayat yang berbicara tentang hudud dan warisan. Dalam hal ini, pemikiran mereka juga dianggap sebagai hasil ijtihad ulama. Menyematkan gelar ulama kepada mereka secara mutlak (tanpa idhafah kepada kata dunia) justru merupakan”bom waktu” dalam masyarakat.

 Firqah teologi
Sejarah telah mencatat, bagaimana psywar terjadi di antara 73 firqah teologi dalam dunia Islam. Semua firqah masuk ke dalam neraka kecuali satu, yakni Ahlussunnah waljama’ah (HR. al-Turmuzi). Perincian 73 firqah ini menurut Syaikh ‘Ali bin Abu Bakar bin As-Saqaf ‘Alwi adalah Syi’ah 22 aliran, Khawarij 20 aliran, Mu’tazilah 20 aliran, Murjiah 5 aliran, Najariah 3 aliran, Jabariah 1 aliran, Musyabbihah 1 aliran dan Ahlussunnah waljama’ah 1 aliran (Bughyatul Mustarsyidin, hal. 298).

Dalam dunia tasawuf, sebagaimana dinukilkan dalam Iqadhul Himam fi Syarhil Hikam, hal. 5, para ulama terpecah dalam dua kelompok utama; ash-shufi ash-shadiq (ulama sufi yang benar) dan ash-shufi al-kazib (ulama sufi yang dusta). Ulama sufi yang benar adalah mereka yang mampu mensinergikan amalannya dengan aturan syariat. Sedangkan ulama sufi yang dusta adalah mereka yang mengabaikan aturan syariat, sebagaimana perkataan sebagian ulama: “Barang siapa yang mengamalkan fiqh tetapi tidak mengamalkan tasawuf, maka ia telah fasiq. Barang siapa siapa yang mengamalkan tasawuf, tetapi tidak mengamalkan fiqih, maka ia telah zindiq. Barang siapa yang menyinergikan keduanya, maka dialah yang benar.”

Terpilahnya ulama teologi dan tasawuf dalam beberapa kelompok juga bukan produk sekularisasi, tetapi merupakan “seleksi alam” berdasarkan interpretasi yang dilakukan terhadap Alquran dan hadits. Mengaburkan otoritas kelompok masing-masing justru akan mengakibatkan “kegamangan” umat Islam dan menjadikan semua firqah berada dalam posisi benar, padahal sebagian firqah tersebut jelas-jelas kesesatannya.

Metode “pembenaran” semua firqah ulama dalam bidang i’tiqad dan tasawuf merupakan ciri khas kaum Orientalis dalam membahas persoalan keislaman, sehingga sebagian intelektual muslim “terjebak” dalam paham-paham sesat yang dibalut oleh label “ulama”. Bahkan metode ini telah merambah pada ranah pembenaran semua agama, padahal agama yang wajib diyakini kebenarannya hanyalah Islam, sebagaimana halnya i’tiqad yang wajib diyakini kebenarannya adalah Ahlussunnah waljama’ah.

Slogan yang mereka dengung-dengungkan dalam hal ini adalah, “Manusia tidak berhak membenarkan atau menyalahkan golongan lain, vonis semacam ini hanya milik Tuhan.” Mereka melarang kaum muslimin dari sikap menyalahkan golongan lain, tetapi pada saat yang sama mereka begitu leluasa memvonis kolot, fundamentalis, ortodok, radikal dan salah kaprah terhadap kelompok Islam yang setia berpegang teguh pada tradisi lama yang masih layak dilestarikan. Aneh, mereka melarang orang lain melakukan sesuatu yang mereka sendiri sedang melakukannya. Inilah inkonsistensi intelektual “plin-plan” yang kadang mengklaim dirinya sebagai Ulama, Teungku atau Ustaz.

 Fragmentasi mazhab
Di dalam ranah fiqh juga muncul fragmentasi beberapa mazhab seperti Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i, dan Mazhab Hanbali. Terbelahnya kelompok ulama ini merupakan implikasi logis dari keragaman metode ijtihad mereka, bukan merupakan produk sekularisasi. Namun, perbedaan yang terjadi di antara ulama fiqh tidak bersifat prinsipil. Oleh sebab itu, kita bebas menentukan Mazhab Fiqh apa yang akan kita anut, selama ia masih dianggap mu’tabar oleh mayoritas ulama.

Tetapi, alangkah bijaksananya bila untuk kalangan masyarakat awam, mazhab yang diberlakukan hanya satu, seperti Aceh yang sudah mengamalkan Mazhab Syafi’i sedari dulu. Hal ini bertujuan agar mereka tidak terbebani oleh fatwa-fatwa campur aduk yang pada akhirnya melahirkan mazhab “gado-gado” yang membuat mereka semakin mumang. Jadi, terminologi ulama harus dipahami secara proporsional. Semoga kita tidak termasuk umat yang menjadikan ulama dunia (ulama jahat) sebagai panutan. Wallahu a’lam bishshawab. 

* Tgk. Mahfudh Muhammad, MA, Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Aziziyah Samalanga, Bireuen. Email: mahfudhmuhammad@gmail.com

Editor : bakri