Minggu, 03 Maret 2013

Semua 'Bisa dan Boleh' di Facebook



 Facebook? Siapa sih yang tidak kenal atau minimal pernahlah mendengar istilah ini? Dapat dipastikan jika seseorang itu berasal dari generasi 60-70-an sampai saat ini, pasti sudah pernah mendengar bahkan sangat sering mengetahui hal ini. Atau jangan-jangan justru Anda salah seorang pelanggan facebook? Ya, facebook di Indonesia telah menjadi fenomena yang luar biasa dalam ranah dunia maya.
Facebook merupakan jejaring sosial yang memiliki sejarah panjang dalam penemuannya. Awalnya, facebook ini diciptakan oleh Frank Zuckerberg. Ia seorang yang mahir akan program komputer. Suatu saat ia terinspirasi untuk mencari kawan lamanya yang telah sekian lama terpisah. Dengan upayanya yang brilian, terciptalah apa yang sekarang dikenal oleh banyak orang dengan sebutan facebook.  
Oleh karena itu, jejaring sosial ini hakikatnya merupakan ajang pertemanan yang tansemuka alias tidak bertemu secara langsung antarindividu yang beraktivitas di dalam jejaring tersebut. Pendeknya, kemajuan teknologi internet telah mengubah pola hidup masyarakat di Indonesia bahkan telah muncul budaya siber (cyber cultur). Facebook saat ini bukan lagi sekedar ajang pertemanan belaka. Medium ini telah merambah pada sisi-sisi lain dari kehidupan manusia.
Fenomena facebook, bagaimanapun menarik untuk dicermati. Menurut beberapa survei yang dilakukan, pengguna facebook di Indonesia tercatat terbanyak kedua di dunia. Hal ini yang membuat korporat facebook berencana membuka kantor cabang mereka di Indonesia.
Jumlah penduduk Indonesia yang banyak menjadi pasar yang “menjanjikan” bagi facebook dan korporasinya. Maklum, kelas bawah pun sekarang asyik ber-facebook ria. Tanpa kasta, tanpa kelas, semua dapat mengakses facebook dengan membuat akun di internet. Apalagi teknologi internet saat ini dapat bergerak (mobile) dan fitur facebook hampir dapat ditemukan pada telepon selular (ponsel) keluaran baru. Orang tidak perlu lagi ke warnet atau repot-repot menenteng laptop kalau ingin ber-facebook-an.
Hal lain dari munculnya facebook dalam kehidupan manusia, khususnya di Indonesia yaitu mengenai isi atau konten dari setiap akun facebook yang dimiliki oleh para individu. Lagi-lagi hasil survei yang pernah dilakukan mengatakan bahwa sebagian besar facebook atau para penggunanya yang diistilahkan facebookers di Indonesia, isi atau konten akunnya dikategorikan sebagai “sampah”.
Mengapa demikian? Hal ini didasarkan pada isi para facebookers yang tidak berbobot alias tidak bermutu. Hal ini hampir sama dengan survei yang pernah dirilis tentang penggunaan internet. Dibandingkan di Cina, pengguna internet di Indonesia lebih tertarik untuk mencari situs-situs yang tergolong “sampah” dengan porsi terbesar pada soalan pornografi dan sejenisnya. Akun facebook di Indonesia pun, seperti dikatakan oleh hasil survei, cenderung berisi hal-hal yang ringan. Artinya, medium tersebut belum dioptimalkan sebagai wahana edukasi atau wahana lain yang lebih menguntungkan, baik secara materi maupun secara nonmateri. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika beberapa waktu yang lalu muncul polemik tentang fatwa facebook.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur bahkan pernah mengeluarkan fatwa haram berkaitan dengan facebook ini. Memang ada sebagian akun facebook yang muatannya baik. Artinya, muatan di dalam akun facebook tersebut berisi nilai-nilai agama, pendidikan, budaya, dsb. Akan tetapi, kuantitas facebook yang seperti ini sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah pengguna facebook yang demikian banyaknya di Indonesia. Pertanyaan kita selanjutnya adalah mampukah teknologi (dalam hal ini facebook) bisa kita kelola dengan baik sehingga hasil yang diharapkan pun juga menjadi baik, yaitu tatanan masyarakat yang kuat dan mapan pada aspek religi, ekonomi, sosial, dan sebagainya.
Jawabnya, mampu dan harus bisa. Hal ini karena facebook memiliki karakteristik serba bisa dan serba boleh. Bisa artinya, siapa pun orangnya, apakah ia mugee engkot, apakah ia pengusaha, apakah ia pejabat, apakah ia mahasiswa,  bisa menjadi atau mendaftar menjadi anggota di dalam akun ini. Oleh karena itu, siapa pun bisa menjadi pelanggan facebook. Ada yang jualan, ada yang membuat tausiah, ada yang menjadi motivator. Pendek kata, apapun bisa dilakukan di dalam akun ini bergantung pada tujuan yang diingini oleh para facebookers. Lalu bagaimana kaitannya dengan boleh? Pada sisi inilah yang agak krusial. Setiap yang diunggah di dalam akun facebook seseorang boleh apa saja. Benarkah demikian? Tampaknya ini yang masih perlu diketahui oleh para pengguna facebook. Tidak semua konten boleh diunggah begitu saja. Banyak rambu-rambu yang harus benar-benar dipahami oleh mereka para pengguna jejaring sosial facebook.
Rambu-rambu yang dimaksud tentu saja yang berkaitan dengan norma hukum positif yang ada. Salah satu norma hukum yang perlu dicermati misalnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Keberadaan UU ini memang pernah diperdebatkan terutama saat terjadi kasus pencemaran nama baik sebuah rumah sakit internasional di Jakarta yang diduga dilakukan oleh Prita Mulyasari. Dugaan tersebut dilakukan melalui internet alias curhat by inet. Kasus ini sempat ramai di ranah publik Nasional sehingga pernah muncul advokasi untuk Prita dengana label “Koin untuk Prita” karena yang bersangkutan dinyatakan bersalah dan harus membayar sejumlah denda. Inilah salah satu kasus yang menegaskan bahwa terminologi “boleh” harus tetap dalam batas yang sesuai dengan aturan yang ada. 

Pada dasarnya, teknologi merupakan sesuatu yang tidak dapat kita hindari. Akan tetapi, jangan kita lalu diperbudak oleh teknologi. Facebook termasuk salah satu temuan abad ini yang luar biasa. Bahkan konon, sang penemu facebook pernah diusulkan untuk memperoleh hadiah Nobel. Oleh karena itu, pandai-pandailah membawa diri di dalam jejaring sosial ini. Telah banyak kasus yang bersifat pelanggaran baik pidana maupun perdata gara-gara akun facebook ini. Sudah saatnya kita belajar dari pengalaman di tempat lain. Saat ini globalisasi telah merambah ke dalam kamar-kamar kita. Dunia tanpa sekat lagi. Mobilitas informasi bahkan manusia tidak perlu lagi dilakukan secara fisik. Aceh lekat dengan julukan yang agamis, Serambi Mekkah. Ditambah lagi dengan syariat Islam yang telah diterapkan. Facebook dan jejaring sosial apa pun yang ada mari kita manfaatkan sebagai medium syiar.

Oleh Teguh Santoso, S.S., M.Hum

* Penulis adalah pereksa bahasa dan Kepala Balai Bahasa Banda Aceh

Editor : bakri

0 komentar:

Posting Komentar