Oleh
M. Shabri Abd. Majid
SUMBER
daya manusia (SDM) berkualitas yang dihasilkan institusi pendidikan merupakan
motor penggerak pembangunan bangsa. Sama halnya dengan dunia pendidikan di
Indonesia, institusi pendidikan di Aceh belum mampu melahirkan SDM yang
berkualitas dan berkontribusi optimal terhadap pembangunan ekonomi Aceh.
Kualitas pendidikan di Indonesia masih sangat memprihatinkan.
Human
Development Report (HDR), United Nation Development Programme (UNDP) melaporkan
bahwa pada 2011, peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development
Index) Indonesia meliputi peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan
penghasilan per kepala berada di urutan 124 dari 183 negara yang ada di dunia.
Kondisi ini jauh berada di bawah Singapura (26), Brunei Darussalam (33),
Malaysia (61), Thailand (103), Filipina (112), dan sedikit lebih baik
dibandingkan Vietnam (128) dan Myanmar (149).
Begitu
juga untuk Indeks Pembangunan Pendidikan (Education Development Index) untuk
semua (education for all) di Indonesia menurun dari peringkat 65 pada 2010 ke
peringkat 69 pada 2011. Berdasarkan data dalam Education For All (EFA) Global
Monitoring Report (2011): The Hidden Crisis, Armed Conflict and Education yang
dikeluarkan UNESCO, Indeks Pembangunan Pendidikan Indonesia pada 2008 adalah
0,934 (rangking 69 dari 127 negara). Posisi ini jauh tertinggal dari Brunei
Darussalam (peringkat 34) dan Jepang (rangking 1 dunia). Adapun Malaysia berada
di peringkat 65, Filipina (85), Kamboja (102), India (107), dan Laos (109).
Untuk
pendidikan tingkat SD, SMP dan SMA, Badan Penelitian dan Pembangunan
(Balitbang) Kemdiknas (2003) melaporkan bahwa dari 146.052 SD di Indonesia,
hanya 8 sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary
Years Program (PYP). Dan dari 20.918 SMP yang ada, hanya 8 sekolah yang
mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP).
Sementara itu, dari 8.036 SMA, hanya 7 sekolah yang mendapat pengakuan dunia
dalam kategori The Diploma Program (DP).
Dibandingkan
dengan negara Asia lainnya, menurut survei Political and Economic Risk
Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12
dari 12 negara, berada di bawah Vietnam. Akibat rendahnya kualitas pendidikan,
maka Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan
ke-37 dari 57 negara yang disurvei (The World Economic Forum Swedia Report,
2000). Indonesia pun hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai leader
teknologi dari 53 negara di dunia.
Sangat
memprihatinkan
Sebagai
satu provinsi di Indonesia, dunia pendidikan di Aceh juga sarat dengan masalah.
Memang kalau dibandingkan dengan pendidikan di 33 provinsi lainnya di
Indonesia, indikator tingkat pendidikan penduduk Aceh seperti angka partisipasi
kasar (APK), angka melek huruf (AMH), angka rata-rata lama sekolah (ARLS), dan
angka partisipasi murni (APM) sudah jauh lebih baik dan bahkan berada di atas
level nasional, namun kualitas pendidikan Aceh masih sangat memprihatinkan.
Di
samping itu, pemerintah Aceh juga belum mampu mewujudkan pemerataan pembangunan
sektor pendidikan antar kabupaten/kota di Aceh. Rendahnya tingkat APK, APM,
ARLS dan APM di sebagian kabupaten/kota di Aceh, khususnya di kabupaten yang
baru dimekarkan telah menyebabkan tingkat kemiskinan masyarakat di kawasan
tersebut sangat tinggi, yaitu melebihi 20% atau di atas tingkat kemiskinan
nasional, 14,44%.
Aceh
yang mendapat jatah dana pembangunan nomor tiga terbesar di Indonesia, yaitu Rp
11,9 triliun pada 2010 dan Rp 9,6 triliun pada 2011 (penerima APBD nomor tiga
terbesar di Indonesia), namun alokasi minimal 20% dari APBA tersebut untuk
memajukan bidang pendidikan belum mampu mendongkrak mutu pendidikan Aceh.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Aceh anjlok dari peringkat 17 pada 2009 ke
peringkat 27 pada 2010, salah satunya akibat rendahnya mutu pendidikan di Aceh.
Berdasarkan
data Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Kemdiknas (2012), tingkat
kelulusan siswa SMP di Aceh pada 2012 mencapai 99,42% (rangking 21 nasional)
dan MTs 99,27% (rangking 26). Kelulusan siswa tingkat SMA jurusan IPA 99,75%
(rangking 23) dan SMA jurusan IPS 98,81% (rangking 25 nasional). Tingkat
kelulusan siswa MA jurusan IPA 99,78% (rangking 17), MA jurusan IPS 98,21%
(rangking 18). Dan, tingkat kelulusan pada jenjang SMK 98,59% (rangking 26)
dari 33 provinsi di Indonesia.
Memang
bila diukur dari kelulusan Ujian Nasional (UN), peringkat pendidikan Aceh sudah
sangat menggembirakan. Pada 2011 lalu, misalnya, kelulusan SMP/MTs mencapai
99,38%, SMA/MA IPA 99,76%, dan SMA/MA IPS mencapai 98,89% dengan rangking 21
dari seluruh provinsi di Indonesia. Namun bila capaian itu kita bandingkan
dengan daya saing lulusan terjadi kontradiksi. Rangking nilai yang diperoleh
SMA/MA/SMK yang mengikuti SMPTN di berbagai perguruan tinggi di seluruh
Indonesia pada 2011 untuk IPA menduduki rangking 31 (di bawah Papua), dan untuk
IPS menduduki rangking 25.
Kebijakan
strategis
Untuk
meningkatkan kualitas pendidikan Aceh, maka Pemerintah Aceh beserta dinas
terkait harus mengoptimalkan penggunaan dana pendidikan yang sedemikian besar,
mencapai Rp 1,1 triliun pada 2011. Beberapa kebijakan strategis yang patut
dipertimbangkan dalam memajukan dunia pendidikan Aceh: Pertama, peningkatan
indikator pendidikan Aceh (APM, ARLS, APM, dan APK) tidak berkorelasi positif
dengan peningkatan mutu pendidikan di Aceh yang masih sangat rendah (rangking
25 dari 33 provinsi di Indonesia), harus mendapat perhatian serius untuk
ditingkatkan;
Kedua,
program peningkatan kualifikasi dan mutu tenaga pendidik dan pendistribusian
guru berkualitas antarkabupaten/kota yang lebih merata harus menjadi perioritas
pembangunan sektor pendidikan Aceh. Upaya ini dilakukan terutama untuk
mengurangi kesenjangan tingkat dan mutu pendidikan antar kabupaten/kota di
Aceh. Semua penduduk Aceh harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar
dan sekaligus meningkatkan mutunya;
Ketiga,
Pemerintah Aceh, khususnya Dinas Pendidikan harus meningkatkan efisiensi dan
transparansi pengelolaan dana pendidikan. Pengelolaan dana pendidikan harus
dilakukan secara tranparan, profesional dan tepat sasaran sehingga akan menutup
celah korupsi; Keempat, partisipasi murid usia dini pada level pendidikan anak
usia dini (PAUD) dan TK di Aceh harus ditingkatkan sehingga dapat menumbuhkan
dan memupuk minat belajar mereka sejak kecil hingga pada jenjang pendidikan
yang lebih tinggi, dan;
Kelima,
standar minimum pelayanan pendidikan Aceh harus diperhatikan dan terus
ditingkatkan. Dalam hal ini, pemerintah Aceh harus mengadakan berbagai bentuk
training dan workshop kepada para tenaga pendidik yang memegang jabatan
administrasi untuk meningkatkan kapasitas manajerial skill mereka dalam bidang
administrasi pendidikan.
Semoga
tingkat pendidikan di Provinsi Aceh tidak hanya baik dari aspek AMH, ARLS, APM,
dan APK, tetapi mutunya juga berada di atas rata-rata pendidikan nasional. Jika
tidak, maka sia-sia saja kita memiliki dana besar, tetapi mutunya kurang.
*
Dr. M. Shabri Abd. Majid, M.Ec, Dosen Fakultas Ekonomi dan
Program Pascasarjana (PPs) Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh. Email:
hannanan@gmail.com
0 komentar:
Posting Komentar