Oleh
Muhammad Yusran Hadi
MUSIBAH
dan fitnah terbesar bagi umat ini adalah kebodohan. Sedang nikmat terbesar
adalah ilmu akan Alquran dan Sunnah sesuai pemahaman salaful ummah (pendahulu
umat). Kebodohan akan ilmu syariat menyebabkan fitnah dan perpecahan umat.
Selain itu, kebodohan merupakan sumber bencana munculnya ajaran sesat.
Banyaknya penyimpangan agama di tengah masyarakat, baik dalam persoalan aqidah
maupun ibadah, terjadi akibat kebodohan atau minimnya pengetahuan mereka
terhadap syariat Islam.
Kebodohan
umat ini dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam untuk menghancurkan Islam dengan
cara menyebarkan racun dan virus kesesatan di tengah umat Islam. Akibatnya,
timbulah berbagai penyimpangan agama dalam persoalan tauhid dan akidah berupa
pemurtadan, ajaran sesat dan syirik. Begitu pula penyimpangan dalam ibadah
berupa praktik bid’ah (mengada-adakan persoalan yang baru dalam agama tanpa ada
petunjuk dari Rasulullah saw).
Pemurtadan
dan ajaran sesat
Pendangkalan
akidah berupa pemurtadan dan ajaran sesat adalah target utama musuh-musuh
Islam, baik dilakukan pihak luar maupun dari dalam Islam. Upaya pemurtadan
gencar dilakukan oleh para misionaris dan orientalis. Dari pihak dalam, upaya
penyebaran ajaran sesat dilakukan oleh orang yang mengaku dirinya muslim
atau berkedok Islam dengan menyebarkan pemikiran dan pengamalan yang yang
menyimpang dari syariat Islam (Alquran dan Sunnah).
Mengenai
upaya dan misi pemurtadan yang dilakukan oleh musuh-musuh luar Islam, jauh-jauh
hari Alquran telah memperingatkan umat Islam atas makar mereka: “Dan
orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum
engkau mengikuti agama mereka..” (QS. Al-Baqarah: 120). Bila umat Islam tidak
punya ilmu yang mapan terhadap syariat Islam, tentu akan mudah digoyahkan iman
mereka dan menjadi murtad dengan penghargaan yang menggiurkan dari para
misionaris berupa harta, wanita, dan jabatan/pangkat.
Kebodohan
dapat mengakibatkan bencana kesesatan. Allah swt berfirman: “Dan di antara
manusia (ada) yang mempergunakan percakapan kosong untuk menyesatkan (manusia)
dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikannya olok-olokan. Mereka itu akan
mendapat azab yang menghinakan.” (QS. Luqman: 6). Allah juga berfirman: “Dan
sungguh, banyak yang menyesatkan orang dengan keinginannya tanpa dasar pengetahuan.”
(QS. Al-An’am: 119).
Oleh
karena itu, Allah swt melarang kita untuk mengikuti sesuatu tanpa ilmu,
terlebih lagi dalam persoalan aqidah dan ibadah yang sudah qaht’i (baku) dan
jelas. Allah berfirman, “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu
ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan
diminta pertanggung jawabannya.” (Al-Isra’: 36).
Nabi
saw bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dari manusia begitu saja,
akan tetapi mencabut ilmu dengan dimatikan para ulama. Jika tidak ada lagi
seorang yang alim, maka orang-orang memilih pemimpin yang bodoh. Maka ketika
mereka ditanya, merekapun berfatwa tanpa dasar ilmu, maka mereka sesat dan
menyesatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Praktik
syirik di tengah masyarakat terjadi akibat tidak memahami tauhid secara benar.
Selama ini perbuatan syirik hanya dipahami sebatas menyembah selain Allah
seperti menyembah patung, pohon, api, binatang dan sebagainya. Padahal, meminta
pertolongan kepada makhluk seperti benda-benda keramat, kuburan-kuburan wali,
dan lainnya, memakai ajimat dan melakukan tradisi-tradisi yang diyakini dapat
memberi berkah atau menolak bala, termasuk syirik.
Allah
swt mengecam perbuatan tersebut: “Katakan (Muhammad), pantaskah kamu mengambil
pelindung-pelindung selain Allah, padahal mereka tidak kuasa mendatangkan
manfaat maupun menolak mudharat bagi dirinya sendiri?”( QS. Ar-Ra’d: 16).
Bahkan, Allah memvonis perbuatan tersebut sebagai kesesatan sebagaimana
firmanNya: “Dia menyeru kepada selain Allah sesuatu yang tidak dapat
mendatangkan bencana dan tidak (pula) memberi manfaat kepadanya. Itulah
kesesatan yang jauh.” (QS. Al-Hajj: 12).
Sepatutnya,
pemahaman tauhid yang benar adalah hanya Allahlah yang berhak disembah dan
dimohon pertolongan, sebagaimana firmanNya: “Hanya kepada Engkaulah kami
menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.” (QS.
Al-Fatihah: 5). Begitu pula, meyakini hanya Allahlah yang dapat mendatang
manfaat dan menolak bala. Tidak seorang pun yang mampu mendatangkan manfaat dan
menolak bala, termasuk Nabi saw. Allah berfirman: “Katakanlah (Muhammad), “Aku
tidak punya kuasa mendatangkan manfaat maupun menolak mudharat bagi diriku
kecuali apa yang dikehendaki Allah..” (QS. Al-A’raf: 188).
Selain
itu, perbuatan bid’ah pun ikut merajalela di tengah masyarakat akibat tidak
memahami cara ibadah yang benar yakni sesuai dengan Sunnah (petunjuk)
Rasulullah saw. Padahal bid’ah temasuk dosa besar dan dikecam dalam agama,
bahkan divonis sesat oleh Rasulullah saw sesuai dengan sabda beliau: “Jauhilah
oleh kamu perkara-perkara yang diada-adakan (dalam agama), karena sesungguhnya
setiap perkara yang diada-adakan itu adalah bid’ah. Dan sesungguhnya setiap
bid’ah itu adalah kesesatan.” (HR. Abu Daud dan at-Tirmizi).
Dalam
riwayat yang lain: “Seburuk-buruk urusan adalah yang diada-adakan dalam agama,
dan setiap yang diada-adakan dalam agama itu adalah bid’ah, setiap bid’ah
adalah sesat, dan setiap kesesatan itu masuk kedalam neraka.” (HR Ahmad, Abu
Daud dan Ibnu Majah). Celakanya lagi, ibadah yang dikerjakan tanpa petunjuk
Rasullah saw tidak akan diterima Allah, sesuai dengan sabda Rasulullah saw:
“Barang siapa yang mengerjakan suatu amal ibadah yang tidak berdasarkan
petunjuk kami, maka amalnya ditolak.” (HR. Muslim).
Belajar
dari ulama
Obat
kebodohan adalah ilmu. Untuk mengantisipasi dan memberantas ajaran sesat maka
perlu ilmu (pemahaman) yang baik dan benar tentang syariat Islam dengan
mempelajari ilmu syar’i (agama) dari para ulama sesuai dengan perintah Allah
swt: “...Maka bertanyalah kepada orang yang berilmu jika kamu tidak
mengetahui.” (QS. An-Nahl: 43 dan Al-Anbiya: 7). Rasulullah saw bersabda:
“...Dan sesungguhnya para ulama itu adalah pewaris para nabi..” (HR. Abu Daud
dan at-Tirmizi). Para Nabi tidak mewariskan harta, namun ilmu.
Ilmu
syari adalah ilmu yang diturunkan oleh Allah kepada RasulNya berupa keterangan
dan petunjuk. Dengan ungkapan lain, ilmu syar’i adalah ilmu yang digunakan
untuk memahami syariat Islam. Yang termasuk ilmu syar’i yaitu Ilmu Tauhid,
Akidah, Fikih, Ushul Fiqh, Maqashid as-Syariah, Tafsir, Hadis, Akhlak, Bahasa
Arab dan ilmu lainnya yang digunakan sebagai alat untuk memahami Alquran dan
Sunnah. Ilmu inilah yang wajib dipelajari oleh setiap muslim dan dipuji
pemiliknya dalam Alquran dan Sunnah.
Mengamalkan
Alquran dan Sunnah adalah syarat mutlak untuk mencapai kebahagian dan
keselamatan di dunia dan di akhirat. Rasulullah saw bersabda: “Aku tinggalkan
kepada kamu sekalian dua hal, jika kamu berpegang teguh kepada keduanya niscaya
kamu tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu al-Quran dan Sunnah Rasul saw.”
(HR. At-Tirmizi). Untuk memahami dan mengamalkan ajaran Alquran dan Sunnah
dengan benar, maka diperlukan seperangkat ilmu-ilmu syariat sebagaimana
disebutkan di atas.
Ilmu syar’i berperan untuk menangkal berbagai penyimpangan dalam agama seperti ajaran sesat, syirik, bid’ah dan khurafat. Sebab, dengan ilmu syar’i kita dapat memahami syariat Islam dengan benar sesuai dengan petunjuk Alquran dan Sunnah. Dengan ilmu syar’i kita dapat bertauhid kepada Allah dengan benar dan mengetahui aqidah yang benar. Begitu pula dengan ilmu syar’i kita dapat mengetahui hal-hal yang dapat membatalkan tauhid dan keimanan kita. Tanpa ilmu, seseorang akan mudah terjerumus ke dalam kesesatan.
Oleh
karena itu, kebutuhan manusia terhadap ilmu syar’i sangat mendesak, sama halnya
seperti kebutuhan manusia terhadap makanan dan minuman. Tanpa makan dan minum,
manusia tidak dapat hidup. Begitu pula dengan ilmu syar’i. Tanpa ilmu syar’i
manusia tidak dapat membedakan mana yang benar dan yang salah, yang petunjuk
dan yang sesat serta yang diperintah dan yang dilarang. Maka, ilmu itu adalah
cahaya. Maknanya, ilmu itu petunjuk dan penerang hidup manusia, baik urusan
dunia maupun akhirat, agar tidak tersesat.
*
Muhammad Yusran Hadi, Lc, MA,
Kandidat doktor (Ph.D) Ushul Fiqh, International Islamic University Malaysia
(IIUM). Email: yusranhadi@yahoo.com
Editor
: bakri
0 komentar:
Posting Komentar