TAHUN ini, penjajahan Israel atas bumi Palestina
memasuki tahun ke-63. Sebuah catatan yang panjang sekali. Selama dalam kurun
waktu tersebut, sekarang ini, hampir 80% wilayah Palestina sudah berhasil
dikuasai oleh para Zionis tersebut. Sehubungan dengan paham Anti-Semit yang
merebak, banyak bangsa Yahudi yang “kembali” ke Israel (dalam bahasa Ibrani
disebut dengan istilah aliyaa).
Paham Anti-Semit terjadi sedemikian rupa di luar
perkiraan Israel sendiri. Isyu Holocaust yang selama ini dijadikan pelindung
bagi Yahudi, perlahan-lahan mulai surut, dan bahkan banyak masyarakat Eropa
sendiri yang tidak percaya kepada Holocaust sebenarnya. Di dalam negeri pun,
Israel tengah “bertempur”. Para pemimpinnya saling
sikut dan berebut kekuasaan. Friksi ini diyakini akan mengakibatkan
tersendatnya kesatuan paham di antara mereka sendiri. Di sisi ekonomi,
negara-negara yang selama ini memberikan bantuan kepada Israel mulai menuai
protes dari rakyatnya untuk menghentikan kebijakan itu. Otomatis, Israel menjadi
sedikit limbung. Salah satu yang membuat Israel melakukan agresi ke Gaza dua
bulan silam salah satunya adalah untuk mencari sumber minyak baru dan air.
Sudah beberapa waktu belakangan ini, Israel dilanda kekeringan. Sementara
Hamas, sebagai penentang Israel nomor 1, seperti diprediksi banyak orang, malah
semakin kuat pasca-agresi ke Gaza.
Beberapa hal ini oleh beberapa pengamat dijadikan
sebagai indikasi ambang kehancuran negara Zionis yang ilegal. Uniknya, para
analis Israel sendiri tidak menampik kekhawatiran ini. Inilah beberapa indikasi
lain kehancuran Israel:
1. Sebagai negara penjajah Israel jelas
kehilangan kemampuannya untuk melakukan peleburan dengan bangsa lain di kawasan
Timur Tengah. Ini karena Israel hampir tidak beda dengan Barat dan merupakan
kepanjangan kepentingan dan politik mereka di Timur Tengah. Misalnya saja
dengan Mesir. Walau pada intinya, pemerintah Mesir berkongsi dengan Israel,
namun masyarakatnya sendiri jelas-jelas menolak Zionis dalam bentuk apapun.
2. Israel mengalami ketimpangan secara demografi
melawan pertumbuhan warga Arab. Hal ini nyata menimbulkan rasialisme terhadap
warga Israel dari keturunan Arab dan terhadap warga Palestina. Israel akan
berubah, seperti nasib Afrika Selatan pada masa rasialisme Apartheid. Pada akhirnya
legalitas Israel akan tercerabut dan mereka akan dimusuhi. Fenomena ini
sekarang sudah muncul secara internasional. Meski dukungan terhadap Yahudi di
Amerika begitu kuat, mayoritas negara dunia tidak sepakat dalam hal ini.
Apalagi jika strategi politik Arab menyerukan solusi satu negara dan bukan dua
negara dalam menyelesaikan masalah konflik Palestina Israel.
3. Dunia semakin sadar tentang apa yang terjadi
di Timur Tengah. Ini artinya tekanan masyarakat internasional terhadap
pemerintah-pemerintahan mereka akan semakin kuat agar memiliki politik tegas
terhadap Israel. Di Israel sendiri mulai ada sejumlah organisasi swasta
mendukung aksi anti Israel dan melakukan aksi internasional melawan cara-cara
Israel menghancurkan rumah warga Palestina dan pengusiran mereka. Dengan
berangsurnya kemajuan ekonomi Negara-negara Timur Tengah, perimbangan dan bargaining
perdagangan dengan sejumlah Negara akan mulai memaksa negara lain untuk
mendukung kepentingan Arab. Secara otomatis Israel akan tercekik. Resesi ekonomi
global menjadi jalan pembukanya.
4. Menurunnya jumlah militer Israel sebab jumlah
kelompok usia tua militer Israel semakin tinggi. Di samping naiknya jumlah
kelompok Yahudi ekstrem “harayadam” yang menolak bergabung dalam militer
Israel. Sekarang ini, persentase mereka sudah menapai 9 persen dari warga
Israel. Perang yang dilakukan Israel akan menimbulkan kerugian nyawa yang tidak
terkira. Sementara bangsa Palestina, seperti yang sudah-sudah dan telah
dibuktikan, akan selalu bisa bertahan dalam kondisi seperti ini.
5. Israel mengalami masalah sosial dan politik
internal yang krusial. Perpecahan antara Kadima dan Likud akan terus berlanjut.
Kadima, sebagai pemenang pemilu 2009 tidak mendapatkan pembagian yang adil dari
sisi ekonomi dan kekuasaan. Tawaran dari Benjamin Netanyahu (ketua Likud)
ditolak mentah-mentah oleh Tzipi Livni (Kadima). Kondisi ini akan berlangsung
lama dan akan menjadi api dalam sekam bagi Israel.
6. Kelas terpelajar sekuler dari Barat mereka
eksodus balik. Sehingga di Israel hanya akan tersisa kelompok akstrem dalam
politik dan agama. Perseteruan dua kelompok ini sangat panas sebab satu sama
lain mengkafirkan.
7. Ekstremis dan fanatisme kelompok di Israel
akan saling menghabisi. Ini barangkali yang digambarkan dalam Al-Quran “kalian
kira mereka berkumpul tapi hati mereka terpecah.”
0 komentar:
Posting Komentar