Rabu, 26 Desember 2012

Catatan Berkaitan dengan Natal, 25 Desember 2012

Tidak perlu kita terpecah dan mempersoalkan atas fatwa MUI, apalagi menertawakannya­. Sesungguhnya, marilah kita pahami bahwa Fatwa MUI mengenai “Haram Mengucap Selamat Natal” tersebut lebih kepada kehati-hatian Ulama yang khawatir atas aqidah umat zaman sekarang, yang rentan akan ragam kesesatan terselubung atas nama pluralisme palsu, yang tentunya perlu kedalaman ilmu agama dan kekuatan iman untuk dapat memilahnya, itulah tugas Ulama. Kita sebagai umat masih perlu banyak belajar dan menyelami lautan ilmu yang luas serta kajian yang cerdas, disamping juga mengamalkannya dalam bentuk prilaku harian. Sejatinya ada tiga unsur cinta yang diajarkan islam; Cinta kepada Allah, Cinta kepada Manusia dan Cinta kepada Alam Semesta “hablu min Allah, hablu min an-nas, hablu min al-alam”. Pada ihwal ini, cinta kepada manusia lah yang kita sajikan (bertasamuh), sehingga tidak sedikitpun mengorbankan Cinta kita kepada Allah (iman).

Kembalilah kepada niat. Jika mengucap selamat dalam arti toleransi sebagai sesama masyarakat dunia dan sebagai sesama rakyat Indonesia yang berpedoman pada Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika, silahkan ucapkan, karena Indonesia setidaknya telah mengakui keberadaan lima agama. Namun jika mengucap selamat dalam arti juga mengakui agama lain selain islam (kaburnya aqidah) sacara sadar atau tidak sadar (disinilah letak kehati-hatian menjadi penting), sungguh ini adalah sebenar-benarny­a kesesatan karena islam adalah satu-satunya agama yang di akui Allah SWT sejak Muhammad SAW diutus sebagai Nabi dan Rasul terakhir hingga kiamat datang, dan islam adalah agama yang disempurakan oleh Allah SWT sang Maha Pencipta.

Bagaimanapun, islam begitu toleran dengan penganut agama lain dan kaum lain, tapi bukan berarti harus mengikuti ataupun mengamini begitu saja adat lain tersebut. Keimanan sebagai umat muslim sebenarnya harus tetap kokoh, itulah pluralisme kita yang tidak sekedar menghargai namun lebih kepada melindungi perbedaan dibawah naungan islam rahmatan lil’aalamien. Karena pluralisme kita bukanlah lantas mendorong agar kita berkegiatan layaknya mereka, bukan karena tidak manusiawi, tapi lebih kepada menghargai diri dan iman kepada Ilahi Robby. Adalah kewajiban kita menghargai perbedaan yang bersifat kemanusiaan, dan pada sisi lain kokoh memelihara keyakinan. Menghargai bukan mengikuti, memelihara bukan berarti hidup menyendiri. Alhamdulillah 'alaa kulli haal..

Semoga semangat hari raya kaum diluar muslim mampu mengingatkan kita agar selalu bersatu, dan senantiasa bersyukur atas fenomena perbedaan yang tentunya adalah sunnatullah serta rahmatullah subhaanawata'aa­la.. Wallahu a’almu bishshoább

0 komentar:

Posting Komentar